Jumat, 22 November 2019

Menganalisis Puisi Batu Karya Sutaradji Colzoum Bachri



MENGANALISIS PUISI
BATU
Karya : Sutaradji Colzoum Bachri
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KAJIAN PUISI
DOSEN PENGAMPU : SAPTIANA SULASTRI, M. PD.
Oleh :
EVA SRIYANINGSIH
(311610102)
A PAGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PONTIANAK
2017
BATU
Karya : Sutaradji Colzoum Bachri

Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang tak menepati janji?
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
Mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
Mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang tak menepati janji?

Menganalisis puisi Batu, Karya Sutaradji Colzoum Bachri
Struktur fisik :
1.      Diksi (Pilihan Kata)
Dalam puisi “BATU” pengarang (penyair) mencoba menyeleksi kata-kata yang dipakainya, sehingga kata-kata tersebut benar-benar mendukung maksud puisinya.
            Seperti pada bait:
            Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Analisis; pada bait diatas penyair menggunakan kata-kata yang mempengaruhi imajinasi pembaca. Kata-kata yang digunakan membuat pembaca berfikir maksud puisi tersebut, sebab pemilihan kata yang digunakan bukanlah kata yang sebenarnya, sehingga sulit untuk dipahami.
2.       Pengimajian (citraan)
Pada puisi “BATU” pengimajian yang digunakan oleh pengarang terdapat pada:
      Citra penglihatan, pada bait:
Dengan seribu gunung hati tak runtuh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
      Citra pendengaran, pada bait:
Mengapa gunung harus meletus
Sedang langit tak sampai
Citra perasaan, pada bait:
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan siapa aku mengeluh?
3.      Kata-Kata Konkret
Pada puisi “BATU” kata-kata konkret terdapat pada bait:
Dengan seribu beringin
Ingin tak teduh
Analisis: dimana penyair menggambarkan banyaknya tempat berteduh, tetapi tidak ada  rasa ingin berteduh.
Sedangkan pada bait:
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu janun
Analisis: penyair meletakan makna konotasi dimana semua batu tidak ada dilangit ataupun merasakan duka dan rindu.
4.      Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif yang digunakan dalam puisi “BATU” adalah sebagi berikut:
     Personifikasi terdapat pada bait:
Batu duka
            Batu rindu
Analisis: dalam kehidupan nyata, semua batu tidak ada yang merasakan duka dn rindu, sebab batu adalah benda mati, bukan manusia.
      Perumpamaan epos pada bait:
Dengan seribu gunung
Langit tak runtuh
Analisis: perumpamaan begitu banyaknya benda yang ada seperti gunung, tetapi langit tidak runtuh.
      Metafora terdapat pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut
Sedang darah tak sampai
            Analisis: kata jam dan darah menjadi simbol dalam puisi ini.
      Sinekdos terdapat pada bait:
dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Analisis: Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro toto.
5.      Verifikasi (rima, ritme dan metrum)
      Rima terdapat pada bait:
dengan seribu gunung
langit tak runtuh
dengan seribu perawan
hati tak jatuh
Analisis: pada puisi ini banyak pengulangan bunyi yang diucapkan seperti contoh kuitpan diatas yang memiliki bunyi yang sama diulang kembali.
      Ritme terdapat pada bait:
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Analisis: Jelas pada bait diatas terdapat pengulangan bunyi uh diakhir kalimat, pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal, tetapi tidak ada pengulangan kalimat.
Metrum terdapat pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
            Analisis: terdapat pengulangan tekanan kata.
6.      Sarana retorika (ulangan yang berlebihan)
Ulangan pola kalimat yang berupa persetujuan (paralelisme) atau juga penjumlahan pada bait:
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
Analisis: Pada sajak “Batu”, dapat kita lihat pengulangan kata batu di posisi awal.
Struktur batin :
1.      Tema
Pada puisi BATU karya Sutaradji Colzoum Bachri tema yang diambil adalah memuliakan batu dengan daya ungkapnya yang sangat memukau si pembaca. Ada batu mawar, batu langit, batu duka, batu rindu, batu bisu, batu risau, batu pukau. Bahkan penghormatan Sutaradji Calzoum Bachri pada batu pun mengantarkannya sampai pada pemuliaannya pada Tuhan, dengan pernyataan, Batu Kauku.
2.      Nada dan Suasana
Nada yang digunakan dalam puisi tersebut adalah dengan suara yang intonasi rendah atau memohon kepada Tuhan tentang keluh kesah dan suasana yang terdapat dalam puisi tersebut adalah sedih, pilu dan memohon
3.      Perasaan
Dalam puisi batu perasaan penyair adalah kesedihan dan menjunjung tinggi kepada sang pencipta, resah, dan gundah yang dialami.
4.      Amanat
Amanat yang terkandung di dalam puisi Batu, karya Sutaradji Colzoum Bachri adalah sebagai berikut, Pesan moral bahwa hanya pada Tuhan kita akan kembali dan segala perasaan resah, gundah curhatkan lah dengan sang pencipta karna dia lah tempat kita mengadu keluh kesah kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar